ANTROPOLOGI KESEHATAN DAN EKOLOGI
Ekosistem dan Sistem Sosial Budaya
Selama tahun-tahun terakhir, makin
banyak ahli antropologi yang menaruh perhatian pada masalah masalah kesehatan
lingkungan biobudaya yang paling baik dipelajari melalui apa yang disesbut
Bates sebagai “pandangan ekologis”(M.Bates 1953:701). Dalam antropologi, sudah
tentu yang dimaksud sebagai “keseluruhan integral” adalah suatu system social
budaya, atau dengan kata yang lebih umum, suatu kebudayaan. Dalam ekologi
keseluruhan integral adalah suatu ekosistem, “suatu interaksi antara kelompok
tanaman dan satwa dengan lingkungan non hidup mereka” (Hardesty 1977: 289).
Untuk dapat terus berfungsi tanpa
gangguan yang berat, baik ekosistem maupun system social budaya harus
mempertahankan suatu tingkatan integrasi minimum dan konsistensi dari dalam,
suatu tingkatan yang cukup tinggi sehingga unit-unit yang terpisah pisah dalam
system tersebut dapat saling menyumbangkan perannya. Namun, integrasi tidak
dapat lengkap, karena suatu perubahan, yang tak dapat dieelakkkan, hanya
dimungkinkan karena bagian bagian dalam
system tersebut tidak terkunci secara permanent dalam posisi yang tidak dapat
berubah.
Perhatian Ekologis dari Para Ahli Antropologi Kesehatan
Para ahli antropologi kesehatan yang
dari definisinya dapat disebutkan berorientasi pada ekologi, menaruh perhatian
pada hubungan timbale balik antara manusia dan lingkungan alamnya, tingkah
lakunya, penyakit penyakitnya, dan cara cara dimana tingkah laku dan penyakit
penyakitnya mempengaruhi evolusi dan kebudayaannya melalui proses umpan balik.
Paleoantropologi, studi mengenai penyakit manusia purba, banyak menjelaskan
kepada kita mengenai bagaimana nenek moyang kita dipengaruhi oleh lingkungan
tempat mereka hidup dan mengenai cara hidup mereka. Sebaliknya, pengetahuan
mengenai penyakit penyakit mereka membantu kita untuk memahami evolusi manusia,
cara cara dimana generasi manusia berikutnya beradaptasi secara biologis
(maupun secara budaya) terhadap ancaman keseluruhan yang mereka hadapi. Pandangan
ekologi terutama berguna dalam mempelajari masalah masalah kesehatan dalam
program internasional bagi pembangunan dan modernisasi, karena seperti yang
akan kita lihat, proyek proyek perubahan teknologi yang kurang dipahami telah
dilaksanakan tanpa menyadari bahwa perubahan perubahan itu bila tercapai akan
menghasilkan suatu rangkaian perubahan lain yang banyak diantaranya justru
mempengaruhi kesehatan.
Penyakit, yang dipandang sebagai suatu
unsure dalam lingkungan manusia,telah mempengaruhi evolusi manusia, seperti
nampak pada contoh kecepatan reproduksi sel sel sabit di kalangan penduduk
Afrika Barat, suatu perubahan evolusi yang adaptip yang memberikan kepada
individu yang mempunyai sel itu suatu imunitas relative terhadap malaria.
Penyakit juga memainkan peran dalam evolusi kebudayaan, seperti misalnya dalam
bentuk budaya berupa “bidadari bidadari kecil”, mereka adalah anak-anak kicil
di Negara katolik yang menurut keyakinan setempat , langsung masuk sorga tanpa
melalui penyucian ( neraka) jika mereka meninggal waktu masih kecil.
Kontras
antara potensi-potensi penyakit infeksi dalam masyarakat berburu dan meramu
dengan masyarakat petani telah mencetuskan spekulasi sehubungan dengan
pengendalian penduduk sepanjang sejarah, kematian bayi yang tinggi merupakan
penjelasan paling umum dari lambatnya perkembangan penduduk dunia. Namun
penelitian di kalangan penduduk berburu dan meramu menunjukkan bahwa angka
kematian bayi yang tinggi di kalangan penduduk primitif bukanlah hal yang umum.
Neel menemukan bahwa manusia yang
primitif yang relatif belum terjamah pengarug luar, dalam kondisi kepadatan
penduduk yang rendah menikmati tingkatan mortalitas bayi yang sedang dan
kesehatan yang baik walaupun tidak sama halnya dengan sekarang. Neel percaya
bahwa keseimbangan manusia dengan sumber-sumber lingkungannya dipertahankan
oleh bentuk-bentuk budaya, bila digabungkan mengurangi rata-rata angka
kelahiran secara efektif menjadi satu anak untuk jangka waktu 4 sampai 5 tahun.
Penyakit dan Evolusi
Penyakit-penyakit infeksi telah merupakan faktor penting
dalam evolusi manusia selama 2 juta tahun atau lebih melalui mekanisme evolusi
dari proteksi generetik maka nenek moyang kita dapat mengatasi ancaman –ancaman
penyakit dalam kehidupan kelompok atau individu. Munculnya gen yang memberikan
resistensi terhadap malaria dalam suatu populasi di Afrika Barat adalah salah
satu contoh yang dramatis dari proses evolusi tersebut. Pada tahun-tahun
terakhir orang Amerika telah membaca suatu penyakit baru yang dikenal sebagai
anemia sel sabit (Sickle Cell Anemia) yang terutama menulari orang kulit hitam
dibandingkan ras lainnya.
Di
lingkungan lain, ciri sel sabit sama sekali bukan sebuah ancaman malahan sebuah
karateristik yang diinginkan, karena pada daerah malaria ciri tersebut memberikan
proteksi menghadapi gigitan nyamuk anopheles. Penelitian di Afrika Barat
pada masa generasi yang lalu lebih mengungkapkan, bagaimana proteksi pada
malaria ini telah menghasilkan seleksi genetik yang lebih terbuka bagi
individu-individu yang ciri sel sabit. Hal ini menarik bagi ahli-ahli
antropologi kesehatan dan mungkin merupakan contoh yang paling menarik tentang
bagaimana suatu penyakit tertentu yang merupakan ancaman terhadap kesehatan
dapat mempengaruhi evolusi manusia.
Di
banyak wilayah Afrika Barat, ciri sel sabit ditemukan mencapai 30 persen dari
penduduk asli. Terdapat korelasi yang kuat antara malaria dan endmik sel sabit.
Namun ada kelompok-kelompok yang memiliki frekuensi rendah dari ciri-ciri
tersebut. Hal ini terjadi karena datangnya para imigran yang membuat penduduk
tertua tersingkir ke pinggiran hutan rimba dimana penduduk asli rimba tersebut
hampir tidak ada yang menderita malaria. Anopheles gambiae, vektor
mlalaria terpenting di Afrika Barat, tidak dapat berkembang di genangan air
yang sangat terlindung dari sinar matahari, seperti yang terdapat di
hutan-hutan tropis
Makanan dan Evolusi
Seperti halnya penyakit, makanan juga merupakan
karateristik lingkungan yang mempengaruhi evolusi. Stini telah mendeskripsikan
tentang beberapa aspek dari proses inilah yang mempengaruhi ukuran tubuh
manusia. Hanya karena makanan yang cukup kuantitas dan keseimbangannya maka
perkembangan itu dapat terjadi. Namun dengan adanya pertanian dan
ketergantungan yang terus menerus terhadap terhadap sejumlah nutrien sayur yang
terbatas, ketidakseimbangan nutrisi dapat mengarah kepada kekurangan asam amino
yang penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan jaringan. Di kalangan anak-anak, akibat umum dari defenisi
kalori-protein disebut kwashiorkor.
Stini
menemukan bahwa manusia baru mencapai tinggi maksimum pada usia 26 tahun.
Walaupun laki-laki maupun wanita mencapai proposi tubuh yang normal, penduduk
tersebut ditandai oleh “miniaturisasi umum”, “pengurangan yang proporsional
dalam ukuran tubuh pada semua warga populasi yang mempunyai sumber-sumber
protein yang amat terbatas akan bersifat adaptif”. Dalam arti bahwa lebih
banyak terdapat individu yang bisa mempertahankan kelangsungan hidup dengan
sumber-sumber yang ada, tiap-tiap individu itu memiliki sejumlah kecil jaringan
metabolisme yang proporsional yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi. Pada
waktunya, pengurangan itu secara genetic akan menjadi mantap melalui seleksi
alamiah.
Epidemiologi
Epidemiologi berkenaan dengan
distribusi dalam tempat dan prevalensi atau terjadinya penyakit ,sebagaimana
yang dipengaruhi oleh lingkungan alam atau lingkungan ciptaan manusia serta
oleh tingkah laku manusia, Variabel-variabel yang paling umum digunakan oleh
para ahli sosiologi dan ahli epidemiologi kedokteran dalam studi-studi mereka
adalah perbedaan umur dan jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan,hubungan
suku bangsa dan kelas social,tingkah laku individu,serta lingkungan alami.
Kaum
laki-laki muda Amerika, misalnya, lebih besar kemungkinannya untuk meninggal
akibat kecelakaan daripada kaum wanita muda atau orang-orang yang lebih
tua,baik laki-laki maupun perempuan. Pekerja-pekerja pada industri asbes
menghadapi resiko tinggi terhadap asbesitosis di paru paru dan kanker paru
paru,sedangkan para guru-guru besar universitas tidak demikian. Para perokok
lebih besar kemungkinannya untuk meninggal karena kanker paru-paru atau
penyakit-penyakit jantung (cardiovascular) daripada orang-orang yang tidak
merokok. Daerah-daerah pedalaman, terutama yang merupakan pegunungan,lebih besar
kemungkinannya untuk menderita penyakit gondok jika dibandingkan dengan
penduduk yang tinggal di pantai laut dan mudah memperoleh bahan makanan laut
yang kaya yodium.
Epidemiologi
berorientasi pada usaha mencapai suatu tujuan, dalamarti tujuan utamanya adalah
untuk meningkatkan derajat kesehatan ,mengurangi timbulnya semua ancaman
kesehatan.dalam sejarahnya. Keberhasilan epidemiologi patut dicatat. Penyakit
gondok misalnya,sejak awal dinyatakan sebagai akibat dari kekuranan yodium di
dalam makanan,suatu kekurangan yang mudah diatasi dengan pemberian garam
beryodium. Pada tahun 1850-an,dalam insiden pompa air yang terkenal di Broad
Street London,Jhon Snow menunjukkan bahwa demam tipus menyebar melalui air yang
terkontaminasi ,dan bahwa orang-orang yang minum airbersih tidak akan terkena
penyakit tersebut. Penelitian pada akhir-akhir ini makin banyak menyimpulkan
bahwa proposi tinggi dari kanker disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan.
Banyak diantaranya dapat dikurangi atau diawasi dalam rangka menurunkan insiden
dari penyakit yang mengerikan ini ( Cairns 1975 ). Akhir “praktis” dari
studi-studi epidemiologi dibuktikan dengan kenyataan bahwa ilmu ini merupakan
landasan ilmiah bagi sebagian besar profesi kesehatan masyarakat.
Misteri Kuru
Pada pertengahan tahun 1950-an, suatu
penyakit baru –kuru- yang semula tidak dikenal dalam ilmu kedokteran, ditemukan
pada sekelompok penduduk yang mempunyai kesatuan linguistic,yakni penduduk Fore
selatan di Dataran Tinggi Timur, Papua Nugini,yang berpenduduk sekitar 15.000
jiwa.
Penyakit
kuru menunjukkan karakteristik epidemiologis yang tidak lazim. Penderitanya
sama sekali terbatas pada kaum wanita dan anak-anak saja: walaupun laki-laki
muda kadang kala terkena, hal itu tidak
membahayakan kesehatan para laki-laki dewasa. Sebaliknya, pada beberapa desa,
hampir separuh dari kematian wanita dewasa serta kematian terbesar pada
anak-anak antara umur lima hingga enam belas tahun, diakibatkan oleh penyakit
kuru. Penyakit tersebut tidak dijumpai di kalangan penduduk suku-suku tetangga,
sekalipun mereka sering berhubungan. Juga tidak pernah ditularkan pada orang
Eropa, nampak jelas bahwa penyakit kuru tersebut berpengaruh kuat pada garis
keturunan.
Penyakit kuru ditandai oleh
deteriorisasi progresif pada pusat sistem syaraf yang mengarah pada kelumpuhan
total, dan seringkali ketidakmampuan untuk menelan. Kematian pada umumnya
terjadi antara 6 hingga 12 bulan setelah munculnya gejala-gejala pertama,
tetapi kadang-kadang mencapai jangka waktu 2 tahun lamanya, sebagai akibat dari
komplikasi seperti kelaparan, radang paru-paru atau lecet-lecet punggung (bed sores). Belum ditemukan pengobatan
yang akan menahan atau menyembuhkan penyakit kuru. Disinilah letak misteri yang
perlu dipecahkan.
Pemecahannya ditemukan lebih dari satu
dasawarsa kemudian oleh suatu gabungan penelitian lapangan dan percobaan di
laboratorium serta wawasan para ilmuwan yang memiliki berbagai disiplin.
Seorang ahli antropologi yang merangkap
ahli virus, Carleton Gajdusek, menjelaskan kuru “dibacakan seakan-akan salah
satu repertoire dalam adegan sandiwara Hamlet – yang bersifat genetik, menular,
sosiologis, tingkahlaku, keracunan, endokrin, nutrisional, immunologis” (Alpers
1970 : 134), dengan penjelasan genetika yang paling masuk akal, mengingat
kecenderungan penyakit tersebut terdapat dalam garis kekerabatan dan terdapat
pada masyarakat fore selatan saja. Kemajuan besar diperoleh pada 1959 ketika
seorang ahli epidemiologi lain mencatat persamaan patologis antara kuru dan
penyakit domba yang dikenal dengan nama scratie. Scratie disebabkan oleh agent
yang merembes dan menulari domba-domba, namun berbeda halnya dengan virus-virus
pada umumnya, virus ini ha nya membuahkan penyakit setelah masa inkubasi yang
lama, setahun atau lebih. “Virus infeksi yang lamban” adalah istilah yang
digunakan bagi penyakit-penyakit yang membentuk pola tersebut. Dengan demikian
kuru mempunyai ciri sebagai penyakit mahkluk manusia pertama yang disebabkan
oleh virus yang bekerja secara lamban.
Tetapi Robert dan Shirley Glasse
mengatakan bahwa penyakit kuru tersebut disebabkan oleh kanibalisme yang
dilakukan di kalangan wanita fore selatan, dan seringkali otak tersebut tidak
cukup matang .bahwa menurut adat istiadat setempat, kanibalisme dikalangan
wanita fore selatan merupakan hal yang baru, karana baru muncul pertama kalinya
sekitar tahun 1910 (yakni bersamaan dengan muncuknya penyakit tersebut). Adat
tersebut yang diambil alih dari suku bagsa tetangga kemudian dijadikan sebagapada
saat dimasak.
Penyakit-Penyakit Pembangunan
Diantara sejumlah penyakit-penyakit penting yang masuk
dalam klasifikasi ini adalah tripanasomiasis (penyakit tidur), bilharziasis
(juga disebut schitosomiasis) , buta sungai (ochoncerciasis), filariasis,
malaria, kesehatan yang buruk karena
multuariasi, dan mungkin TBC serta penyakit-penyakit kronis umumnya.
Penyakit-penyakit tersebut secara relatif terjadi akibat beberapa faktor,
diantaranya yang terutama adalah danau-danau buatan, irigasi pertanian,
pembangunan jalan-jalan yang menyebabkan migrasii tenaga kerja dan
perdagangan, perubahan dari pertanian
subsitensi ke pertanian untuk perdagangan, serta urbanisasi yang cepat.
1. Pembangunan Lembah Sungai
Pembangunan danau buatan, misalnya Danau Nasser di
perbatasan Mesir-Sudan. Pemikiran sibelakang pembuatan danau-danau dan
bendungan-bendungan tersebut adalah sama : pengendalian banjir, pembangunan
listrik bertenaga air, pertanian irigrasi dan mungkin pula
keuntungan-keuntungan lain perikanan.
Tetapi dalam kenyataannya banyak dari proyek tersebut yang mengakibatkan
bahaya yang cukup tinggi bagi kesehatan, yang paling serius adalah peningkatan
penyakit biharzaris dan ochoncerciasis.
Ditemukan
terutama diafrika dan juga di amerika selatan, di timur tengah dan di asia
timur, bilharzaris disebabkan oleh salah satu spesies cacing pitadari genius schistosoma, yang di tularkan lewat
vektor siput air. Walaupun
dampaknya jauh lebih kurang dibandingkan bilharzaris, penyakit ochoncerciasis
(atau “buta sungai”) semakin mengancam kesehatan banyak penduduk yang berdiam
di sepanjang tepian-tepian sungai atau danau-danau tropis. Vektor lalat yang
hidup dalam lingkungan yang demikian menggigit korbannya di bagian kepala
mereka, meletaknya telurnya yang apabila telah kista akibat gigitan dibuang
dengan cara di operasi.
2. Pembudidayaan tanah
Pertanian sistematis di daerah-daerah pesisir karibia
merupakan kondisi ideal bagi peningkatan
pengembangbiakan jenis nyamuk Anopheles yang menularkan penyakit malaria; air
yang disinari matahari akibatnya adanya persawahaan padi, saluran irigasi dan
genangan air, bagi nyamuk merupakan pilihan yang baik dari pada lingkungan
alamnya sendiri. Di Malaysia perkebunan-perkebunan karet dibangun didaerah
–daerah yang bebas malaria, tetapi setelah ada penebangan hutan , kondisi
sosial justru tersedia bagi pengembangbiakan Anopheles maculatus, dengan
konsekuensi timbulnya malaria.
3. Pembangunan jalan raya
Trypanosomiasis (penyakit tidur) adalah salah satu dari
penyakit di bagian besar wilayah afrika barat. Lalat tsetse merupakan vektor
bagii penyakit protozoa, yang menulari tidak saja manusia, tetapi mempunyai
cadangan alamiah yang besar pada satwa domestik dan satwa liar. Lalat-lalat
lebih mengenangi saluran-saluran air dan daerah yang bersemak-semak. Dengan
adanya jalan-jalan baru, penyebrangan sungai merupakan tempat-tempat yang
menarik musafir untuk minum, mandi dan menyegarkan badan; disinilah letak
bahaya yang mengancam mereka dari gigitan lalat tsetse dan penyakit tidur.
4. Urbanisasi
Migrasi penduduk desa ke daerah-daerah
pemukiman miskin (slums) yang padat di perkotaan menyebabkan timbulnya berbagai
masalah kesehatan. Di daerah-daerah miskin di sekitar jantung kota dihampir
semua negara dunia ketiga, kondisi kehidupan penduduknya amat padat dan kotor
dan tidak bersih. Seringkali tidak terdapat sistem pengaadaan air, dan
penyakit-penyakit endemik. Seperti halnya pada awal periode industri di
inggris, angka tuberkulosis sering amat tinggi. Seringnya keadaan malnutrisi
juga memberikan sumbangan terhadap rendahnya daya resistensi tubuh terhadap
banyak penyakit.
5. Program-program kesehatan
masyarakat
Seperti yang kita lihat dan yang mungkin nampaknya
bertentangan, sanitasi lingkungan dan program-program lain yang bertujuan untuk
mengawasi penyakit, dalam kenyataanya justru dapat menjadikan situasi lebih buruk,
atau mengeser masalah dari satu penyakit ke jenis penyakit yang lain. Di
Malaysia Utara, penyemprotan terhadap rumah-rumah sebagian besar membunuh
vektor-vektor malaria setempat yang hidup di dalam rumah, pada dinding, dan
atap-atap rumbia. Ini merupakan peluang bagi spesies nyamuk hutan Anopheles untuk masuk ke dalam
sumber-sumber darah manusia baru, mengigit manusia tanpa singgah di
dinding-dinding, kemudian kembali ke hutan yang tidak terjangkau obat-obat
pestisida. Wabah baru malaria dari sumber infeksi yang tak terkuasai merupakan
akibatnya
konsekuensi
gizi karena migrasi dari desa ke kota dan maslah-masalah kesehatan tambahan
dala rangka pembangunan, akan dibicarakan pada bab 14 dan 15
Komentar
Posting Komentar